Minggu, 16 Mei 2010

GEOMAGNETIC METHOD


Sejarah perkembangan Metode Magnetik telah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu. Orang yang pertama kali melakukan penelitian magnetisasi bumi secara ilmiah adalah Sir William Gilbert(1540 – 1603). Gilbert adalah orang yang pertama kali melihat bahwa medan magnet bumi ekivalen dengan arah utara – selatan sumbu rotasi bumi. Penemuan Gilbert kemudian diperdalam oleh Van Wrede (1843) untuk melokalisir endapan bijih besi dengan mengukur variasi magnet di permukaan bumi. Hasil penelitiannya kemudian dibukukan oleh Thalen (1879) dengan judul :” The Examination Of Iron Ore Deposite By Magnetic Measurement” yang kemudian menjadi pionir bagi pengukuran magnetisasi bumi (Geomagnet) Metode magnet adalah salah satu metode geofisika yang digunakan untuk menyelidiki kondisi permukaan bumi dengan memanfaatkan sifat kemagnetan batuan yang diidentifikasikan oleh kerentanan magnet batuan. Metode ini didasarkan pada pengukuran variasi intensitas magnetik di permukaan bumi yang disebabkan adanya variasi distribusi (anomali) benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Variasi intensitas medan magnetik yang terukur kemudian ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetik dibawah permukaan, kemudian dijadikan dasar bagi pendugaan keadaan geologi yang mungkin teramati. Pengukuran intensitas medan magnetik dapat dilakukan di darat, laut maupun udara. Susceptibilitas magnet batuan adalah harga magnet suatu batuan terhadap pengaruh magnet, yang pada umumnya erat kaitannya dengan kandungan mineral dan oksida besi. Semakin besar kandungan mineral magnetit di dalam batuan, akan semakin besar harga susceptibilitasnya. Metoda ini sangat cocok untuk pendugaan struktur geologi bawah permukaan dengan tidak mengabaikan faktor kontrol adanya kenampakan geologi di permukaan dan kegiatan gunungapi. Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta bisa diterapkan pada pencarian prospeksi benda-benda arkeologi. 2.2 Anomali Magnet Anomali magnet terjadi karena adanya variasi medan magnet kearah spasial secara regional. Pola anomali ini dicirikan oleh pergantian antara anomali positif-negatif dan sejajar dengan sumbu pemekarannya. Pola ini dikenal dengan sebutan “zone of striped magnetic anomalies”. Hasil inverse anomali ini, dengan dibantu oleh data radiometri, umur lantai samudra yang bertambah terhadap jarak dari sumbu pemekaran dan kecepatan rata-rata pemekarannya dapat diturunkan. Intensitas medan magnet dipermukaan bumi diukur menggunakan magnetometer. Hasil pengukuran dari magnetometer ini berupa penjumlahan dari medan magnet bumi utama, variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan, medan magnet remanen dan variasi harian akibat aktivitas di matahari. Variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan sangat berhubungan dengan variasi k. Harga anomaly pada suatu titik amat digunakan dengan cara menghilangkan medan pertama, ketiga, dan keempat pada harga megnet pengukuran. Anomali magnetik dapat diturunkan dengan menggunakan hubungan Poisson’s dari persamaan yang berhubungan dengananomali gaya berat (gravitasi). Berdasarkan sifat medan magnet bumi dan sifat kemagnetan bahan pembentuk batuan, maka bentuk medan magnetik anomaly yang ditimbulkan oleh benda penyebabnya tergantung pada: 1.Inklinasi medan magnet bumi disekitar benda penyebab 2.Geometri benda penyebab 3.Kecenderungan arah dipol – dipol magnet didalam benda penyebab 4.Orientasi arah dipole – dipole magnet benda penyebbab terhadap arah medan bumi. 2.3 Intensitas Magnetisasi Gaya magnet (F) adalah gaya tarik menarik / tolak-menolak dari dua kutub magnet (m1,m2) yang berjarak r.

Hukum Coloumb:
F = m1.m2/(µ.r2)
Dimana µ = konstanta permeabilitas magnet
Suatu medan magnetik yang ditempatkan pada suatu medan magnet akan mengalami magnetisasi oleh imbas magnetik yang didefinisikan sebagai:
I = M / V
Dimana : M = momen magnetik deikutub (dipole)
I = jarak antara kutub +m dan –m
V = volum benda
Momen magnet (M) adalah besaran vektor yang memanjang dari kutub negatif ke kutub positif. Intensitas magnetik (I) adalah momen magnet per satuan volume. Intensitas magnet ini sebanding dengan kuat medan magnet dan arahnya searah dengan medan magnet yang menginduksi. Susceptibility/kerentanan magnetik (k) merupakan tingkat kemagnetan suatu benda untuk termagnetisasi.
I = k. H
Dimana: I = intensitas magnetik
H = kuat medan magnet
Nilai k pada batuan semakin besar jika dalam batuan tersebut semakin banyak dijumpai mineral-mineral bersifat magnetik. Berdasarkan nilai k dibagi tiga kelompok jenis material dan batuan peyusun litologi bumi, yaitu:
Paramagnetik : Mempunyai nilai k yang bernilai positif
Contoh : olivine, biotit.
Feromagnetik : Mempunyai nilai k yang sangat besar dan positif
Contoh: besi dan nikel.
Diamagnetik : Mempunyai nilai k yang negatif
Contoh: grafit, gysum, quartz
2.4 Sifat Magnetik Batuan
Sifat magnetik material pembentuk batuan – batuan dapat dibagi menjadi :

1.Diamagnetik

Dalam batuan diamagnetik atom – atom pembentuk batuan mempunyai kulit elektron berpasangan dan mempunyai spin yang berlawanan dalam tiap pasangan. Jika mendapat medan magnet dari luar orbit, elektron tersebut akan berpresesi yang menghasilkan medan magnet lemah yang melawan medan magnet luar tadi mempunyai Susceptibilitas k negatif dan kecil dan Susceptibilitas k tidak tergantung dari pada medan magnet luar. Contoh : bismuth, grafit, gipsum, marmer, kuarsa, garam.

2.Paramagnetisme

Di dalam paramagnetik terdapat kulit elektron terluar yang belum jenuh yakni ada elektron yang spinnya tidak berpasangan dan mengarah pada arah spin yang sama. Jika terdapat medan magnetik luar, spin tersebut berpresesi menghasilkan medan magnet yang mengarah searah dengan medan tersebut sehingga memperkuatnya. Akan tetapi momen magnetik yang terbentuk terorientasi acak oleh agitasi termal, oleh karena itu bahan tersebut dapat dikatakan mempunyai sifat :

Susceptibilitas k positif dan sedikit lebih besar dari satu.
Susceptibilitas k bergantung pada temperatur.
Contoh : piroksen, olivin, garnet, biotit, amfibolit dll.
Dalam benda-benda magnetik, medan yang dihasilkan oleh momen-momen magnetik atomik permanen, cenderung untuk membantu medan luar, sedangkan untuk dielektrik-dielektrikmedan dari dipol-dipol selalu cenderung untuk melawan medan luar, apakah dielektrik mempunyai dipol-dipol yang terinduksi atau diorientasikan.
3.Ferromagnetic
Terdapat banyak kulit electron yang hanya diisi oleh suatu electron sehingga mudah terinduksi oleh medan luar.keadaan ini diperkuat lagi oleh adanya kelompok-kelompok bahan berspin searah yang membentuk dipole-dipol magnet (domain) mempunyai arah sama, apalagi jika didalam medan magnet luar.
Mempunyai sifat :
susceptibilitas k positif dan jauh lebih besar dari satu.
Susceptibilitas k bergantung dari temperature.
Contoh : besi, nikel, kobalt.
4.Antiferromagnetik
Pada bahan antiferromagnetik domain-domain tadi menghasilkan dipole magnetic yang saling berlawanan arah sehingga momen magnetic secara keseluruhan sangat kecil.
Bahan antiferromagnetik yang mengalami cacat kristal akan mengalami medan magnet kecil dan suseptibilitasnya seperti pada bahan paramagnetic suseptibilitas k seperti paramagnetic, tetapi harganya naik sampai dengan titik curie kemudian turun lagi menurut hokum curie-weiss.
Contoh : hematit ( Fe2O3 ).
5.Ferrimagnetik
Pada bahan ferrimagnetik domain-domain tadi juga saling antiparalel tetapi jumlah dipol pada masing-masing arah tidak sama sehingga masih mempunyai resultan magnetisasi cukup besar. Suseptibilitasnya tinggi dan tergantung temperatur.
Contoh : magnetit ( Fe3O4 ), ilmenit ( FeTiO3 ), pirhotit ( FeS ).
Berdasarkan proses terjadinya maka ada dua macam magnet :
Magnet induksi ( bergantung pada suseptibilitasnya menyebabkan anomaly pada medan magnet bumi ).
Magnet permanen : bergantung pada sejarah pembentukan batuan tadi.